Selasa

Perpindahan penduduk Kutai ke Lempake

Perpindahan penduduk Kutai dari kampung Panji Tenggarong ke Lempake Bontang ini berlangsung semasa pemerintahan Sultan Adji Muhammad Muslihuddin Sultan Kutai kartanegara Ing Martadipura XV, pada masa tersebut merupakan masa pembenahan dan penataan kembali pemerintahan kesultanan Kutai yang sebelum  Sultan Adji Muhammad Muslihuddin dinobatkan menjadi raja, kendali pemerintahan diambil alih oleh Sultan Aliyeddin (1778-1780 ) pada masa pemerintahan ini lah beberapa kali terjadi kekacauan, penjarahan harta benda oleh lanun/ bajak laut solok  sehingga sultan Aliyeddin kehilangan kewibawaan kerena tidak mampu melindungi rakyatnya.Pada saat keritis ini  Sultan Adji Muhammad Muslihuddin dinobatkan menjadi Raja pada tahun 1780. pewaris tahta dari Ayahnya Sultan Adji Muhammad Idris yang wapat di Wajo Sulawesi Selatan dalam suatu kecelakaan saat berburu rusa. keberadaan Sultan Adji Muhammad Idris di Wajo dalam rangka membantu Kerajaan Wajo yang  telah kalah berperang melawan kerajaan Bone kerena kerajaan Bone di dukung oleh Belanda, dengan bantuan pasukan dari kerajaan kutai dan AM.Idris diangkat sebagai Panglima Perangnya maka kerajaan wajo kembali dapat memengkan pertempuran dengan gilang gemilangSetelah  Dinobatkan menjadi Raja, Sultan Adji Muhammad Muslihuddin mulai membenahi pemerintahan yang telah kacau balau kembali normal dan pusat pemerintahan yang semula di jembayan di pindahkan ke Tepian pandan pada tahun 1782 dan lokasi yang baru ini diberi nama Tangga Arung ( rumah raja ) kemudian lebih dikenal dengan sebutan Tenggarong.
Untuk menjaga stabilitas keamanan agar tidak terulang kembali serangan bajak laut maka ditempatkanlah 200 pasukan yang terdiri dari orang-orang bugis samarinda seberang yang dipimpin oleh Kapiten La Hapide Daeng Parani dan Andre Guru La Makkasau Daeng Mappuna, pasukan orang orang bugis ini dengan setia membela sultan Kutai kartanegara Ing Martadipura. Maka diadakanlah perjanjian antara La Tojeng Daeng Ri Petta dengan Sultan Adji Muhammad Muslihuddin.

Atas nama orang orang Bugis Pua Ado La Tojeng berjanji  mematuhi perjanjian ini dengan setia, orang orang bugis akan mematuhi perjanjian secara turun temurun.

Untuk menjaga keutuhan wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di perbatasan  pesisir pantai selat makasar maka dengan sukarela dan rasa pengabdian yang tinggi kepad Sultan berangkatlah satu rombongan dari Pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang sebagian besar  rombongan ini berasal dari penduduk  kampung Panji Tenggarong dengan  menempuh perjalanan darat dari Tenggarong melalui jalur Samarinda tersebar dari Marang Kayu yang kemudian membuka kampung di Marang kayu keturunannya yang terkenal adalah Petinggi Taton, rombongan yang  melanjutkan perjalanan ke daerah Santan kemudian membuka Kampung Santan yaitu sorang yang diberi gelar dengan nama Singa Jujung, dan putranyanya dengan nama gelar Singa Sigun dan Singa Muda.
kemudian yang melanjutkan perjalanan kearah Bontang yaitu Gunung Terake yang lebih dikenal dengan sebutan Gunung Sari  dekat aliran Sungai Api-api Bontang yaitu seorang yang bernama Bahda, sampai saat ini makam beliau masih dapat kita saksikan di daerah Rinding Kelurahan Api-api kearah Timur jembatan Jl.Ahmad Yani Bontang dan keturunan beliau sampai saat ini masih menepati wilayah perkampungan orang Kutai di Gunung Sari Bontang.
Selanjutnya yang melanjutkan perjalanan kerah Utara membukla perkampungan di Lempake saat ini kampung Lempake  masuk dalam wilayah Kelurahan Loktuan di km 2 yang lebih dikenal masyarakat dengan pemakaman Lempake. yaitu seorang yang bernama Tada’ bin Muhamad beserta istrinya bernama Sa’diah, makam beliau ini terdapat di Pemakam keluarga besar orang-orang Kutai di Lempake Kelurahan Loktuan dan rekan satu rombongan bersamanya yaitu seorang yang bernama  Rembang beserta istrinya bernama rinting yang kemudian pindah menetap di kampung Kanibungan dan dimakamkan di pemakaman keluarga di Kanibungan kelurahan Guntung. Turut pula dalam rombongan ini seorang yang bernama Laksa, dalam riwayat  orang-orang Kutai di Guntung yang di ceritakan secara turun-temurun bahwa Laksa ini seorang yang berperawakan tinggi besar berkulit gelap merupakan sosok seorang yang gagah berani kerena mampu menghalau lanun bajak laut yang akan merapat di pesisir pantai selat makasar, dalam pertempuran yang tidak seimbang jumlahnya ini beliau mampu melumpuhkan musuh-musuhnya namun setelah pertempuran hebat ini beakhir beliau menghembuskan napas terakhirnya, meninggal dunia kerena kelelahan dan  kehabisan tenaga, atas permintaan beliau terakhir sebelum meninggal agar  dimakamkan didaerah benuang bepanta saat ini telah  menjadi perkampungan penduduk jalan sidrap   dan sampai saat ini makam beliau masih dapat kita saksikan.

Kemudian Putra Tada’ yang pertama bernama Ismail membuka Kampung Kanibungan dan putra keduanya bernama Mustaf membuka Kampung Paku aji keturun dari beliau inilah yang kemudian menjadi penduduk  Guntung secara turun temurun, sisa dari rombongan ini terus melanjutkan perjalanan ke arah   Bengalon Kutai Timur yang kemudian membuka kampung di Sangata Ibu Kota Kutai Timur  yaitu nama yang bergelar  Singa Geweh, dan Singa Karti.


4 komentar:

  1. Hai sobat,saya datang membawa Award sebagai lambang persahabatan antar blog...silakan diambil di SINI
    Btw,Thanks 4 your info ;;)

    BalasHapus
  2. dalam sejarahnya setiap kampung, kota, atau negara selalu diwarnai pertempuran, ini memang kodrat hidup, menetap atau mencari wilayah lain

    BalasHapus
  3. Berkunjung ke situs kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman sungguh menyenangkan. Kendati pun perjalanan melawan arus deras lebar tetapi sang driver pandai mengarahkan speedboatnya dengan tangkas.

    BalasHapus